Pages

Kamis, 19 Januari 2012

Kejutan Terbesar Paruh Musim 2011/12: Moenchengladbach

Andaikan Anda masih ingat klasemen akhir Bundesliga 2010/2011, tepatnya sekitar 7 bulan yang lalu dan membandingkannya dengan klasemen saat ini, Anda akan merasa terkejut menemukan satu nama yang saat ini menghuni peringkat empat Bundesliga Jerman. Borussia Moenchengladbach, nama klub tersebut pasti asing bagi mereka yang “baru” mengikuti perkembangan sepakbola dalam satu atau dua dekade terakhir. Akhir musim lalu, mereka harus berjuang mati-matian untuk sekedar bertahan di Bundesliga. Gladbach finish di posisi ke-16 (Bundesliga hanya berisi 18 tim) dan selamat dari degradasi setelah memenangi play-off melawan Bochum.
Lebih mengejutkan lagi jika waktu diputar lebih jauh ke belakang. Tepat setahun yang lalu, setelah melewati 17 pertandingan, mereka berada di peringkat terakhir dengan hanya 10 poin. Keberhasilan  tim berjuluk Die Fohlen itu bertahan di divisi teratas Bundesliga menjadi kisah comeback terhebat dalam sejarah sebuah tim untuk menghindari degradasi.
Lalu, apa yang melatarbelakangi kebangkitan Gladbach? Kedatangan syeikh-syeikh Arab yang membuat mereka kelimpahan dana belanja? Bukan. Kedatangan pemain hebat dunia yang bermental juara? Bukan. Kedatangan pelatih kawakan yang telah meraih sekian titel di level Eropa? Bukan juga.
Pelatih yang muncul sebagai penyelamat mereka “cuma” seorang Lucien Favre, pelatih berusia 51 tahun yang dipecat oleh Hertha Berlin di awal musim sebelumnya. Pemain baru yang datang hanya sekelas Martin Stranzl dan Havard Nordveit, nama yang jelas terdengar asing di telinga. Manajemen dan fans pun tidak berharap banyak setelah paruh awal musim yang mengerikan.
Tak dinyana, dengan materi seadanya mereka sanggup bertahan, bahkan kejutan itu berlanjut ke musim ini. Apa rahasia mereka hingga sukses membukukan ... kemenangan dalam 24 pertandingan liga semenjak kedatangan Favre? Sebuah tim yang hebat selalu bermula dari pertahanan yang tangguh, dan inilah hal pertama yang diperbaiki Favre.
Di bawah mistar gawang, alih alih kiper lama Logan Bailly yang sibuk dengan karir modelling-nya, Favre memilih pemuda yang belum lagi genap 20 tahun Marc Andre-Steigen. Di depannya berdiri duet Dante-Stranzl yang kini menjelma menjadi salah satu palang pintu terbaik di Bundesliga, dikawal kapten tim Filip Daems dan pemain belia lainnya Toni Jantschke. Lini belakang ini lalu dilapisi oleh dua pemuda penuh tenaga Roman Neustadter-Havard Nordtveit sebagai gelandang bertahan.
Dante-Strenzl, kini menjadi palang pintu yang sangat disegani di Bundesliga
Kolaborasi tua-muda ini sukses memperkuat pertahanan Gladbach berkali-kali lipat dibandingkan sebelumnya. Musim lalu Die Fohlen kebobolan 49 gol dalam 17 pertandingan awal. Dalam jangka waktu yang sama di musim ini, mereka cuma kemasukan 11 gol, hanya kalah dari Bayern Muenchen. Luar biasa. Dari sini jugalah strategi serangan balik yang diandalkan Gladbach bermula.
Yang menarik adalah strategi yang dibangun Favre di lini serang. Sadar akan potensi Reus sebagai salah satu calon bintang dunia, Favre membangun permainan di sekitar pemain muda tersebut. Reus yang awalnya merupakan winger murni dipindahkan ke tengah dan diberi peran free-role player. Ia didampingi winger veteran penuh pengalaman Juan Arango di sisi kiri dan pemain muda 20 tahun, Patrick Hermann di sisi lainnya.
Di lini depan, alih-alih Raul Bobadilla atau Igor de Camargo, Favre lebih memilih striker senior Mike Hanke. Meski tak tajam dalam hal mencetak gol, pemain yang ikut membela timnas Jerman di Piala Dunia 2006 ini lebih cocok dengan strategi Favre karena tidak egois dan bisa bertukar posisi ke luar kotak penalti, sehingga memberi peluang pemain lain, khususnya Reus, untuk mencetak gol.
Marco Reus dan pelatih Lucien Favre, kunci kebangkitan
 Dan berhasil. Die Fohlen melesat ke puncak persaingan dan Reus, si bintang utama sukses menampilkan potensi maksimalnya. Torehan 10 gol dan 4 assist dalam 15 pertandingan jelas sangat impresif untuk seorang gelandang berusia 21 tahun. Reus yang hingga setahun lalu hanya dikenal karena lari kencangnya kini berubah menjadi salah satu pemain terbaik di Jerman dan digadang-gadang membawa Der Panzer ke puncak kejayaan bersama nama-nama seperti Mesut Ozil dan Mario Gotze.
Satu-satunya kelemahan Gladbach adalah tidak adanya pelapis yang mumpuni di bangku cadangan. Kecuali di pos penyerang, di lini lain hampir tak ada pengganti sepadan. Pemain muda seperti Mats Zimmermann atau Yuki Otsu belum cukup siap untuk bersaing di lapangan. Tak heran, starting line-up Gladbach hampir selalu berisi nama-nama yang sama. Kondisi ini bisa menjadi lebih parah di akhir musim. Reus telah memastikan pindah ke Dortmund pada musim panas nanti, begitu juga Neustadter yang akan hijrah ke Schalke.
Karena itu pula, Gladbach tidak berani memasang target terlalu tinggi. Bisa finis di zona Eropa saja sudah sangat membanggakan sekaligus memberatkan  bagi tim yang bermarkas di Borussia Park tersebut. Terakhir kalinya mereka ikut kompetisi Eropa adalah saat kalah dari Liverpool di final Piala UEFA 1980. Favre akan dipaksa berpikir keras agar timnya bisa bertarung di beberapa kompetisi sekaligus di musim depan.
Tetapi semua kekhawatiran itu bisa ditunda untuk sementara waktu, setidaknya hingga laga berat melawan pemuncak klasemen Muenchen dimulai Jumat (20/1) besok atau Sabtu dinihari WIB. Untuk saat ini biarkan Gladbach menikmati hasil kerja keras mereka. Mengubah status dari kandidat kuat degradasi menjadi penantang juara.
By: El Champions