Pages

Jumat, 11 November 2011

MANCHESTER UNITED (Champions League 1968)

Sebelum 1968, kenangan yang paling melekat bagi MU sehubungan dengan Piala Champions adalah tragedi jatuhnya pesawat yang ditumpangi skuad MU pada 1958. Tim yang baru saja memastikan tiket ke semifinal ini jatuh sesaat setelah transit di Muenchen. Tragedi ini merenggut nyawa 23 orang, termasuk 8 pemain andalan United. Era emas yang diimpikan MU pun lenyap.

Namun sang pelatih Matt Busby tidak menyerah. Ia kembali dengan membawa pasukan barunya. Tahun 1966 mereka kembali terhenti di semifinal. Dua tahun kemudian, mereka sukses mencapai final untuk pertamakalinya dan kemudian memastikan menjadi juara setelah menaklukkan Benfica 4-1 setelah perpanjangan waktu. Indahnya, final dilangsungkan di Wembley, stadion kebanggaan Inggris.


Turnamen ini dimulai dengan undian yang cukup mudah bagi MU. Lawan pertama mereka adalah klub Malta, Hibernians, yang ditaklukkan dengan skor 4-0, disusul kemenangan 2-1 atas Sarajevo di babak kedua. Seluruh gol di kedua tahapan ini tercipta saat bermain di kandang.  

Babak berikutnya, MU berhadapan dengan Gornik Zarbze dari Polandia. Kemenangan 2-0 di kandang pada laga pertama dibalas lawan dengan satu gol di laga kedua. Skor agregat 2-1 cukup untuk mengantar Si Setan Merah ke semifinal ketiganya untuk menghadapi Real Madrid. Dua semifinal sebelumnya berakhir dengan kegagalan bagi MU, kalah dari AC Milan(1958) dan Sarajevo(1966)

Skuad Matt Busby gagal memenangkan satupun pertandingan tandang, dan statistik buruk ini nyaris mengantar mereka kepada kekalahan semifinal untuk ketiga kalinya. Setelah unggul di laga pertama melalui gol tunggal George Best, United tertinggal 1-3 di babak pertama laga kedua di Santiago Bernabeu. Namun setelah rehat, United berbalik menyerang habis-habisan. Di sisa waktu 15 menit, dua gol dari David Sadler dan Bill Foulkes memaksakan skor imbang 3-3 (agregat 4-3) dan mengantar United ke final Piala Champions pertamanya.

Babak final memepertemukan mereka dengan Benfica yang datang bersama bintang mereka, Eusebio. Di level internasional, Eusebio pernah berduel dengan pemain andalan MU, Bobby Charlton di semifinal Piala Dunia 1966 di Wembley yang berujung dengan kemenangan Inggris. Kali ini, keduanya membawa klub masing-masing.

Charlton dan Busby
MU unggul lebih dulu lewat Charlton, namun Benfica membalasnya. Di menit akhir pertandingan, Eusebio nyaris mengantarkan Benfica juara namun tembakannya berhasil digagalkan kiper MU, Alex Stepney. Pertandingan dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu yang menjadi anti-klimaks bagi anak-anak Benfica. Tiga gol United diciptakan oleh George Best, Brian Kidd, dan Charlton.

MU menjadi tim Inggris pertama yang menjadi juara Eropa. Busby, bersama Charlton dan Foulkes, dua pemain yang tersisa dari tragedi 10 tahun sebelumnya, menangis tersedu mengingat momen sepuluh tahun sebelumnya yang begitu menyakitkan, namun juga menjadi penguat semangat juang  mereka. Hari itu, United mengubah ingatan mereka akan Piala Champions dari sebuah arena pengingat kecelakaan tragis menjadi ajang yang mengantar mereka ke puncak kesuksesan. 

TAKTIK DAN STRATEGI


Stepney



Foulkes

Sadler

Burns



Dunne

Crerand

Stiles



Charlton






Best

Law

Ashton

Pada masa ini formasi W-M seperti 2-3-5 atau 3-2-5 yang sebelumnya sangat populer telah mulai ditinggalkan, dan formasi empat bek sejajar diperkenalkan. Busby juga mengubah strateginya menjadi 4-3-3, tetap dengan ciri khas menyerang.

MU punya kiper tangguh, Alex Stepney yang didatangkan dengan rekor transfer saat itu, £55.000. Ia dibentengi duo bek tangguh David Sadler dan Bill Foulkes. Sadler juga dikenal cukup tajam dalam mencetak gol dari situasi bola mati, mencetak 3 gol penting selama turnamen.

George Best
Charlton, yang dua tahun sebelumnya mengantar Inggris menjadi juara dunia, menjadi poros serangan MU. Charlton ditempatkan sedikit ke belakang posisi biasanya sebagai gelandang serang bersama Pat Crerand dan Nobby Stiles untuk menopang trio Best-Denis Law-John Ashton. Namun cedera lutut parah yang diderita Law yang membuatnya kehilangan sejumlah partai penting di akhir musim, (termasuk final) memberi banyak ruang bagi striker muda berusia 19 tahun, Brian Kidd untuk bersinar.

Best menjadi ujung tombak serangan. Ketajaman instingnya di depan gawang dan aksi individu yang menawan membuatnya menjadi pusat perhatian. Total sang striker mencetak 32 gol di semua kompetisi. Tiga di antaranya tercipta di Piala Champions, termasuk satu gol indah di babak final. Pada akhir musim, striker Irlandia Utara ini dianugrahi penghargaan Football Writers’ Association Footballer of the Year dan European Footballer of the Year.